BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS
Whenever you knock me down, i will not stay on the ground (Justin Bieber-Never Say Never)

Thursday, July 28, 2011

Belajar Kimia Analisis

Uji Grubbs


H0 = data tersebut BUKAN outlier, semua pengukuran berasal dari populasi yang sama

G = (suspect value - nilai rata-rata) / SD
*suspect value-nilai rata-rata --> nilai mutlak

Jika G hitung > G kritik,, maka H0 DITOLAK --> sistematic error
Jika G hitung < G kritik,, maka H0 DITERIMA --> random error

taraf kepercayaan = 95%

Uji Dixon

H0 = data tersebut BUKAN outlier, semua pengukuran berasal dari populasi yang sama

G = (suspect value - nilai yg paling mendekati) / (nilai tertinggi - nilai terendah)
*(suspect value-nilai rata-rata) dan (nilai tertinggi - nilai terendah) --> nilai mutlak

Jika G hitung > G kritik,, maka H0 DITOLAK --> sistematic error
Jika G hitung < G kritik,, maka H0 DITERIMA --> random error

taraf kepercayaan = 95%

Sample Preparation

Kesalahan dalam analisis 80% berasal dari SAMPLE PREPARATION dan 20% berasal dari pengukuran sampel.

Tahap-tahap sample preparation:

1. Pengambilan sampel
Sampel harus bersifat representatif dan diambil secara random

2. Penyimpanan sampel

3. Pra-perlakuan sampel

Pra-perlakuan sampel

1. Analisis langsung --> jika sampel homogen

2. Ekstraksi padat cair --> mengambil zat padat menggunakan zat cair

3. Ekstraksi cair-cair

4. Ekstraksi fase padat

3 dan 4 --> mengurangi adanya gangguan dalam matriks sampel yang dianalisis

Pemekatan dibutuhkan jika jumlah sampel terlalu kecil.

Analisis Volumetri/Titrimetri

Adalah suatu teknik analisis yang didasarkan pada volume titran yang digunakan.
Titik ekivalen terjadi saat semua sampel TEPAT HABIS bereaksi. Pada titik ekivalen idealnya ada suatu indikator yang dapat menandakan bahwa sampel sudah habis berekasi. Adanya kelebihan titran merupakan suatu kesalahan titrasi (titration error).

syarat-syarat titrasi:
1. Cepat --> asam yang sangat lemah tidak memenuhi syarat nomor 1 ini
2. Reaksinya sederhana dan dapat digambarkan dengan persamaan reaksi --> tidak membentuk banyak produk
3. Harus ada perubahan saat titik ekivalen tercapai
4. Jika syarat nomor 3 tidak terpenuhi, harus menggunakan indikator

Kelebihan:
1. Teliti 1 dalam 1000 (0,1% --> presisi)
2. Alat sederhana, cepat, tidak menjemukan dan berulang-ulang

Yang digunakan untuk mengambil cairan dengan volume tertentu:
- buret
- labu takar
- pipet ukur
- pipet volume
- mikropipet
dari atas ke bawah: prioritas makin tinggi. Gelas ukur TIDAK BOLEH digunakan untuk mengambil suatu cairan dengan volume tertentu.

BURET

Buret dibaca 1/10 dari skala terkecil. Buret memiliki skala bermacam-macam, diantaranya skala 0,1; 0,01; 0,02; dan 0,05.

Contoh: skala 0,1 --> 1/10 nya adalah 0,01 (tiga angka dibelakang koma)

Skala 0,01 --> 3 angka di belakang koma --> 0;1;2;....;9
Skala 0,02 --> 3 angka di belakang koma --> 0;2;4;6;8
Skala 0,05 --> 3 angka di belakang koma --> 0;5

12,25
2 = cartain number
5 = uncertain number

Penggunaan volume titran disarankan 20-80% dari volume buret untuk memperkecil kesalahan titrasi dan kapasitas buret. Misalnya jika volume buret 50 ml, maka disarankan volume titrannya sebesar 10-40 ml. Jadi, harus orientasi dulu sebelum melakukan percobaan. ^^

Titrasi Langsung

Titrasi dimana analit langsung dititrasi dengan larutan baku

Titrasi Tidak Langsung

Digunakan ketika reaksi berlangsung dengan tidak cepat. Contoh: titrasi asam yang sangat lemah. Caranya:
1. Analit direaksikan dengan NaOH berlebih
2. Kemudian analit habis bereaksi dengan NaOH
3. NaOH sisa dititrasi dengan HCl
4. Dilakukan titrasi blangko (NaOH dengan HCl, tanpa analit)
5. NaOH yang bereaksi dengan sampel = HCl blangko - HCl titrasi sampel

Titrasi kembali TIDAK SAMA dengan argentometri.


Tuesday, July 19, 2011

JAKARTA

Jakarta. Kota yang wah banget bagi sebagian orang yang tinggal di luar Jakarta. Tapi jika anda belum pernah ke Jakarta, saya sarankan untuk JANGAN DATANG KESINI DAN MEMBUAT KOTA INI SEMAKIN SESAK! Percayalah, kota ini nggak ada bagus-bagusnya. Apapun pekerjaan anda, kemungkinan anda untuk mati konyol di kota ini sangat besar. Berikut kemungkinan-kemungkinan tersebut.
1. Mati karena disenggol bajaj di jalan raya
2. Mati jantungan karena diteriakin sopir angkot secara tiba-tiba
3. Mati komplikasi karena tiap hari stres marah-marah mulu karena kejebak macet
4. Mati dirampok saat sedang menjaga loket karcis di stasiun
5. Mati dijarah di mobil sendiri karena status yang disandang, misal: status sebagai polisi
6. Mati hangus kebakar di rumah sendiri karena kompor tetangga meledak, secara rumah di Jakarta saling menempel dengan sangat rapat
7. Mati kesetrum karena ngga nyadar berdiri deket tiang listrik
8. Mati TBC karena tertular dari tukang parkir
9. Mati komplikasi karena tertular berbagai macam penyakit, secara orang-orang di Jakarta kebanyakan suka buang ingus dan buang ludah sembarangan di jalan raya
10. Dan lain-lain (tambahin coba kalo bisa, masih banyak bangeeeeet!)

Selain itu, seharusnya yang tinggal disini HANYA orang-orang yang benar-benar beriman pada Tuhannya dan benar-benar tahu perbedaan antara perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk. Kalau nggak, orang itu akan mudah sekali galau dan mudah sekali tergoda untuk bunuh diri. Anak-anak, sebaiknya jangan dibiarkan tinggal disini. Banyak sekali bukti yang menunjukkan bahwa kebanyakan anak-anak yang tinggal di Jakarta sangat fasih menyebut kata-kata mon*et, an*ing, t*i, n**pet, b*ngs*t, dan lain-lain, meniru kata-kata tukang parkir, sopir angkot, atau bahkan kata-kata orang tuanya sendiri. Dan banyak pula bukti yang menunjukkan bahwa pornografi sangat mudah merasuki anak-anak usia dini di kota ini. Nggak jauh-jauh deh, saya ambil bukti dari teman-teman sebaya saya. Waktu saya masih sekolah, sudah berapa kali ya saya mendengar, "Ka, udah tahu belum, si fulan nikah sama si anu, MBA (married by accident?" Uh, merinding saya mengetiknya. Tapi itu memang benar terjadi. Saking seringnya, sampai lupa sudah berapa orang yang seperti itu. Nggak cuma pornografi, narkoba pun menyebar luas di kota ini. Lagi-lagi aku ngambil bukti dari pengalaman pribadi deh. Di sekolahku pernah ditemukan serbuk obat terlarang, tepatnya di kamar mandi. Bahkan teman sekelasku pun ada beberapa orang yang terjerat narkoba. Nggak tau deh sekarang masih pada hidup apa nggak. Di dekat rumahku juga, katanya, sering menjadi tempat transaksi obat-obatan terlarang. Kalau mengingat ini, aku beruntung sekali karena males banget main keluar dan memilih menjadi anak yang kuper waktu SD dulu.
Hal ini menjadikan orang tua bekerja ekstra untuk melindungi anak-anaknya. Lengah sedikit, hilanglah sudah itu anak, baik raganya maupun masa depannya.
Tapi bukan berarti aku menganggap daerah terpencil itu aman lho ya. Jangan salah. Di Pati, tempat nenek, om, tante, dan sepupuku tinggal, yang notabene kota kecil, eh salah, desa kecil, anak-anaknya lebih parah lagi. Memang kata-kata yang mereka gunakan dapat dibilang sopan, tapi itu tak menjamin bahwa di bidang lain, selain kata-kata, mereka baik. Adik sepupuku yang masih kelas 4 SD, bayangkan, kelas 4 SD, sudah terjerat narkoba. Mungkin karena faktor keluarga (broken home) dan teman-teman. Tapi entahlah, aku tak begitu mengenalnya. Cerita lainnya, temannya adik sepupuku yang lain, tangannya buntung karena dibacok oleh perampok saat ia mengendarai motor sepulang sekolah. Sering pula terjadi perceraian disana, yang mengindikasikan bahwa banyak anak yang kekurangan kasih sayang dan bisa ditebak kelanjutannya: menjadi pembuat onar. Kalau begini, daerah terpencil pun sama bahayanya dengan Jakarta.
Pokoknya, kalau nanti punya anak, usahakan agar si anak tinggal di tempat yang benar-benar terjaga untuk tumbuh kembangnya. Yah, kalau sudah tidak ada tempat yang aman lagi di dunia ini, mencontek kata Squidward deh, "setidaknya aku masih aman di dalam pikiranku."
Yang jelas, I HATE THIS CITY!

Monday, July 18, 2011

Kasih Sayang yang Tanpa Ekspresi

Kalau kebanyakan orang ketika masih kecil sangat menggemaskan hingga selalu digendong oleh orang tuanya, maka aku tidak. Sejak umur dua tahun lebih aku sudah tidak pernah lagi digendong. Bahkan pembantuku saja tidak mau menggendongku. Aku hanya digandeng, berjalan kaki. Itu saja, tidak lebih.
Kalau kebanyakan orang diantar oleh ibunya di hari pertamanya masuk sekolah, maka aku tidak. Yang mengantarku ke sekolah di hari pertamaku bersekolah adalah kak Imah, pembantuku. Itu pun perhatiannya terbagi antara mengawasiku dengan menidurkan Dwi yang ada di gendongannya. Dimana ibuku? Bekerja.
Kalau kebanyakan orang setiap pulang sekolah selalu ditanyai tentang apa saja yang terjadi di sekolah, maka aku tidak. Di malam hari, satu-satunya waktu dimana aku, ayah dan ibu berkumpul, ayah dan ibu sibuk berbincang mengenai segala hal yang terjadi di kantor, sedangkan aku menonton TV di antara mereka.
Bahkan tiap kali hari pengambilan rapot tiba, selalu saja hampir tidak ada yang mau mengambil rapotku. Ibu selalu berkata, "bapak aja yang ngambil rapot ya." Lantas ayah berkata sebaliknya. Namun aku bersyukur, pada akhirnya selalu ada yang mengambil rapotku: ibu. Walaupun kedatangannya ke sekolah selalu terlambat. Ia tak pernah begitu antusias mengambil rapotku. Bahkan ketika aku diterima di SMA favorit, dia sama sekali tak bersemangat. Yang mengurus segalanya hanya aku dan ayah. Sejujurnya aku iri saat tahu betapa antusiasnya ia mengurus kepentingan adikku untuk masuk SMA yang sama denganku beberapa waktu lalu.
Masalah uang jajan, aku nggak pernah minta macam-macam walaupun uang jajanku waktu SMP dan SMA jauh di bawah uang jajan rata-rata teman-temanku. Aku inget banget waktu SMP mau main ke bioskop cuma dikasih uang 20.000. Itu cuma bisa buat beli tiket sama ongkos. Tapi aku ngga minta lebih. Udah syukur dikasih. Untung aku ini anak yang cukup rajin menabung. Jadi bisa menambal uang 20.000 itu.
Aku nggak pernah protes. Bahkan di belakang mereka pun aku tak pernah berpikir macam-macam. Padahal, Dwi, yang menurutku sangat dimanja oleh ibu dan ayahku, pernah bilang gini, "seharusnya ibu nggak kerja. Di sekolah kan diajarinnya ayah pergi ke kantor dan ibu pergi ke pasar." Aku cukup terkejut dia ngomong gitu. Menurutku, perlakuan ayah dan ibu ke dia sangat baik, lebih dari aku. Dia masih digendong dan dipeluk-peluk bahkan saat ia sudah berumur empat tahun lebih. Ibu selalu bersemangat mengurus sekolahnya. Ayah juga selalu memberikan apa yang ia minta.
Sekarang aku kuliah di luar kota. Teman-temanku, di hari pertamanya merantau, ada keluarga yang menemani. Imel, ibunya yang nemenin. Wulan, ibunya juga yang nemenin. Hemas, yang nemeninnya rame: ayah, ibu dan ketiga adiknya. Nisa lebih rame lagi: ibu, ayah, tante, nenek. Aku? Aku sendirian di hari pertama itu. Padahal semua orang tahu kalau aku sendirian dari SMA-ku, nggak punya temen, nggak punya sodara. Awalnya aku baik-baik saja. Tapi sorenya, saat Imel dan Wulan beserta ibu mereka mengajakku berbelanja, menyadari bahwa hanya aku sendiri yang tak punya ibu, barulah aku menangis dalam hati.
Sekali-sekalinya aku dijenguk keluarga adalah saat aku masuk rumah sakit semester 2 dulu. Saat itu mungkin ibu takut aku mati makanya nyusul ke jogja. Itupun nggak lama. Beberapa jam saja setelah aku keluar dari rumah sakit, ibu langsung pulang lagi ke Jakarta. Sampai sekarang, ibu nggak pernah datang lagi. Sekarang aku udah pindah kos. Ibu nggak tau dan sepertinya nggak mau tau aku tinggal dimana sekarang. Jenguk pun nggak pernah. Mirisnya, di kos itu cuma aku satu-satunya penghuni yang nggak pernah dijenguk keluarga. Penghuni lain semuanya pernah dijenguk. Hal ini terkadang membuatku berpikir gila untuk menyakiti diriku sendiri sampai masuk rumah sakit supaya ada yang menjengukku.
Bukannya iri, oke, mungkin aku iri, pacar aku, yang notabene cowok aja, ayah dan ibunya bergantian menjenguknya beberapa kali. Saat pindahan kos, ayahnya datang membantu. Aku? Untung aja aku punya teman-teman yang baik yang mau membantu. Kalo nggak, yah, mungkin aku sudah bawa-bawa barang sendiri dan badanku tambah kecil.
Nggak cuma masalah kos-kosan, tapi masalah di stasiun juga. Kalau Lea selalu diantar ibu dan adiknya, Elsa selalu diantar ayahnya, maka aku hanya diantar bapak sesekali. Beberapa kali aku harus ke stasiun naik ojek dari rumah, nggak ada yang nganter. Bahkan pernah aku diturunin di jalan sama bapak karena macet di dekat stasiun. Kalau bapak dan ibu waktunya lagi longgar, ibu selalu males nganter aku. Selalu bapak. Dan itu pun nggak pernah sampai tuntas. Bapak selalu udah menghilang sebelum keretanya jalan, nggak kayak ibunya Lea yang masih melambaikan tangan sampai kereta itu menghilang dari pandangannya. Aku ingat Lea nanya, "lho, bapak kamu mana?" saat ibunya masih melambaikan tangan dan kereta mulai berjalan. Pernah sekali ibuku mengantar, bareng ayah juga. Tapi sama aja, nggak tuntas.
Aku nggak pernah berpikir mereka nggak sayang sama aku. Tentu saja mereka sayang. Cuma mungkin penyampaiannya ngga seperti kebanyakan orang. Dan sekarang aku seharusnya sudah terbiasa dengan jenis kasih sayang yang tanpa ekspresi ini. Tidak seharusnya aku iri sama orang lain dan tidak seharusnya pula aku mengharap mendapat jenis kasih sayang penuh ekspresi yang biasa orang lain dapatkan. Nggak boleh kekanak-kanakan. Lantas mengapa sekarang aku menangis?

Friday, July 15, 2011

Tetap Berpikir Positif :)

Huaaah, nggak nyangka semester empat telah berakhir! Berarti, sebentar lagi aku akan memasuki tahun ketiga di farmasi. Adikku jadi semakin banyak. Dulu, pas SD aku suka banget menghitung sudah berapa kelas yang ada di bawahku. Sekarang, kalau dihitung-hitung, dari TK sampe kuliah, adik kelasku sudah ada 15 kelas! Banyak amat yak. Nggak usah diitung lagi deh. Hahaha.


Soal nilai... Semester ini alhamdulillah nilai A nya banyak bangeeet :) Padahal mata kuliahnya geje semua gitu. Aku aja nggak nyangka banget nilainya A. Alhamdulillah.

Ajaibnya lagi, di mata kuliah yang paling susah (Kimia Medisinal) aku dapat B. Aku nggak nyangka bisa dapat nilai setinggi itu. Mungkin karena ini...
***
11 Juli 2011
Niken : Aku mau daftar remed kimed ah.
Aku : Emang udah pasti remed?
Niken : Kayaknya aku remed deh
Aku : Eh nggak boleh pesimis.
Niken : ...
Aku : UTS-nya kan lumayan bisa.
Niken : Iya sih
Aku : Kuis yang waktu itu juga gampang
Niken : Tapi geje ah kuisnya.
Aku : Eeeh, tapi itu lumayan membantu sih kalo aku bilang.
Niken : Iya juga sih.
***
Dan akhirnya aku dan Niken nggak remed. Awalnya aku emang sempet nggak yakin bisa lolos. Tapi aku nggak pernah diajarin untuk berprasangka buruk sama ketentuan Allah. Jadi aku usahakan untuk berpikiran positif. Aku udah belajar keras kemarin. Allah yang paling tau bagaimana usahaku dan nilai apa yang pantas untukku. Dan hasilnya, aku dan Niken nggak perlu ikut remeeeed. Yeeei :D

Intinya, jangan pernah berpikir Allah akan memberimu nilai jelek kalau kamu udah berusaha. Ngomong-ngomong soal berusaha, aku jadi inget ceritanya Azizah...
***
Tiga orang murid bertanya pada ustadznya, "Ustadz, ikhtiar itu apa sih?"
Si ustadz menjawab, "kalau kamu mau tau artinya ikhtiar, ayo kita lari sejauh yang kita bisa."
Mereka berempat pun berlari. Baru 100 meter, satu orang murid berhenti kelelahan. Dia duduk dan ngos-ngosan. Sementara itu, si ustadz dan dua murid lainnya terus berlari. Lalu, setelah jarak tempuh mencapai 500 meter, satu murid lagi berhenti kelelahan. Ia juga duduk dan sibuk mencari udara untuk bernapas. Satu murid yang tersisa terus berlari bersama si ustadz.
Setelah jarak tempuh mencapai 1 km, murid terakhir ini pun berhenti kecapaian. Namun si ustadz terus berlari. Teruuus, terus, hingga akhirnya ia berhenti dengan mata tertutup dan tubuh lunglai, pingsan.
Dibawalah si ustadz ke rumah sakit oleh ketiga muridnya. Begitu siuman, si ustadz berkata pada ketiga muridnya, "inilah yang dinamakan ikhtiar. Dilakukan terus menerus sampai benar-benar tidak bisa lagi."
***
Ada satu cerita lagi. Nilai-nilaiku mulai meningkat sejak aku mendengar kata-kata pak Satibi waktu itu. Begini ceritanya...
***
Karena beliau dosen pembimbingku, aku rutin mendatanginya setiap semester untuk memintanya menandatangani KRS-ku, begitu pula semester dua ini. Saat aku meminta tanda tangannya untuk KRS-ku, beliau melihat KHS-ku lantas berkata, "IP-mu ini masih di bawah standar anak farmasi. Anak farmasi itu IP-nya minimal 3,1."
OH MY GOD. Apa katanya? Di bawah standar? Aku yang SD dan SMP selalu masuk sepuluh besar ini dibilang di bawah standar? Aku benar-benar "tersentuh hatinya" saat itu. Tapi untungnya aku bukan tipikal orang yang akan sakit hati mendengar kata-kata kejam seperti itu. Justru terkadang aku membutuhkan kata-kata kejam seperti itu agar aku bersemangat. Karena setiap mendapatkan kata-kata kejam seperti itu, aku selalu punya semangat baru untuk membuktikan bahwa yang dikatakan oleh orang itu adalah salah, bukannya malah sakit hati dan menyimpan dendam. Hasilnya, sejak semester 3 kemarin IP-ku membaik. Pak Satibi senyum-senyum girang melihat nilaiku. Untung aku mendapat dosen pembimbing seperti beliau yaa :)
***
Tapi berpikir positif aja nggak cukup. Harus dibarengi dengan usaha. Buktinya, nilai toksikologi-ku C walaupun aku udah berpikir positif sama ketetapan Allah T.T
Ya itu karena ada materi yang belum aku baca sebelum ujian dan ternyata soal ujiannya kebanyakan berasal dari materi yang nggak aku baca itu. Ya wajar aja aku dikasih C, orang emang belum semuanya aku kuasai. Menyedihkan. Tapi nggak papalah, biar mengerti toksikologi lebih dalam lagi. Tetap berpikir positif :)

Sunday, July 3, 2011

Buat Si Akbar :D

yang, aku sedih baca blog kamu. bukannya sedih karna tulisan di blog kamu, tapi sedih karna kamu ternyata mudah sekali menyerah, bahkan sebelum melakukan usaha apapun.
bukannya aku sombong apa gimana, tapi aku mau share sedikit pengalamanku ke kamu. semoga bisa menyemangati :)

dulu, pas tes masuk SMP negeri, kamu tau aku pilih apa? SMP 216, SMP 01 dan SMP 8. ngga satupun dari ketiganya nerima aku. aku benar2 sedih waktu itu, syok. temen SD-ku ada yg masuk SMP 8, padahal dia suka nyontek sama aku. sejak itu, aku bertekad untuk masuk SMA negeri, terserah mau sejelek apa SMA nya, pokoknya aku harus buktikan pada dunia kalo aku bisa masuk SMA negeri. alhasil, kamu tau kan gimana freak nya aku waktu SMA? di otakku ngga ada yang lain selain belajar. dan aku ngga pernah sekalipun keluar dari ranking lima besar di kelas. tetep, tujuanku satu: masuk SMA negeri. sejak kelas satu, teruuuus sampe kelas 3. pas kelas 3, aku benar2 cari info selengkap-lengkap nya soal SMA negeri. belajar terus menerus sambil berdoa, sampe aku sakit2an. ibuku kasiaaan banget liat aku. aku bener2 jarang main, paling ya seminggu sekali dan itu cuma beberapa jam, sama retno palingan itu juga. lalu apa yang terjadi? aku berhasil mendapatkan apa yang aku mau. ngga cuma "SMA negeri", tapi "SMA negeri unggulan". Allah emang yang paling tau apa yang pantas untuk kita, sesuai usaha kita.

Allah tetap mengerti, bahkan tanpa menghitung waktu yang!

setelah masuk SMA, mungkin karena terlalu senang, aku jadi malas2an belajar. seperti yang aku bilang, 3 tahun di SMA, ngga pernah aku masuk sepuluh besar, satu kali pun ngga pernah. guru2 ngga ada satupun yang inget sama aku. sampe akhirnya pas kelas 3, aku sadar kalo aku harus masuk universitas negeri yang murah. soalnya orang tuaku bukan orang kaya. mereka nabung bertahun-tahun untuk biaya kuliahku. dan aku pun kuliah diirit-irit karna biaya nya dibagi dua sama adikku yang tiga tahun lagi kuliah juga.

apa yang aku lakukan? diam di tempat? oh nggaaak. aku didaftarin bimbel sama bapakku. bimbel itu yang paling murah sih sepengetahuanku. tapi aku optimis, mahal murahnya bimbel ngga akan berpengaruh sama kesuksesan. aku maksimalin bimbel itu. aku juga manfaatin itu bimbel buat cari2 info selengkap2nya tentang passing grade tiap jurusan dan segala macamnya. soalnya percuma kita belajar giat kalo ngga ngerti jalur dan ngga nyusun taktik. begitu terus. aku baru milih jurusan farmasi itu januari, sementara tesnya april. dan aku baru siap 30% saat itu. tapi aku terus cicil sampe akhir. teruuuus aja tiap hari. ngga pernah nyerah. semua orang mendukung. pernah sekali bapak meragukan aku. bilang gini, "kamu bisa? saingannya banyak lho. hati-hati." dan aku jawab dengan yakin, "untuk hal-hal penting kayak gini, aku akan perjuangkan sampai dapat." semuanya penuh rasa optimis. dan apa yang aku dapat? FAKULTAS FARMASI UGM. bukan cuma universitas negeri, tapi fakultas farmasi yang terbaik se-Indonesia yang! subhanallah.

jadi intinya, ngga ada kata "menyerah" dan "pasrah". kata "pasrah" itu hanya ada setelah kamu berusaha yang. nah, kalo kata "menyerah" itu baru dikeluarkannya setelah kamu benar2 udah sekarat tak sadarkan diri di rumah sakit gara2 kecapean berusaha yang. dengan kata lain, kata "menyerah" itu ngga boleh dikeluarkan yang! jawaban untuk pertanyaan "where do i start?" itu adalah memantapkan niat dan mohon petunjuk sama Allah. dan jangan menyerah. kalo kamu mau dapat beasiswa ke luar negeri, ya kamu harus usahakan. kamu pikir, begadang semalaman ngerjain tugas selama berbulan2 itu udah usaha keras? hello, semua orang di jurusan komputerisasi akuntansi telkom juga melakukannya mas. kalo mau lebih, ya usahanya harus lebih dari orang2. harus pake taktik yang. aku tahu kok, aku ini ngga tau sedikitpun gimana susahnya kamu disana, tapi yang aku tau, dalam persaingan, kita harus selalu lebih dari orang lain. pake taktik yang.

udah deh segitu aja, aku rasa cukup. hehe. aku bukan menggurui lho yang. aku cuma mau kasih semangat aja buat kamu. semangat! :)